Dibandingkan dengan pemain-pemain posisi lain, kiper yang relatif jarang
melakukan kontak fisik dengan lawan. Namun terkadang kiper justru
mendapatkan benturan yang lebih keras saat beraksi.
Posisi kiper secara jelas berada di bagian paling ujung atau akhir lapangan. Tugasnya pun jelas, menghalau bola masuk ke gawang. Namun, perkembangan strategi sepakbola memaksa kiper untuk berperan lebih dalam bertahan.
Posisi kiper secara jelas berada di bagian paling ujung atau akhir lapangan. Tugasnya pun jelas, menghalau bola masuk ke gawang. Namun, perkembangan strategi sepakbola memaksa kiper untuk berperan lebih dalam bertahan.
Sepakbola moderen mengenal posisi "sweeper keeper". Kiper dengan tugas ini diharuskan terlibat lebih banyak dalam permainan antara lain menerima umpan dari kawan, menahan dan mendistribusikan bola, serta keluar dari daerah tugas kiper dengan segera apabila perangkap offside yang digalang para bek gagal.
Serangkaian tugas baru ini membuat risiko kiper meningkat. Tidak hanya blunder yang mengancam, tapi juga situasi satu lawan satu yang lebih sering dihadapi. Dengan demikian, risiko kontak fisik pun meningkat.
Petr Cech disebut-sebut sebagai salah satu kiper yang mengalami insiden paling parah. Pada 14 Oktober 2006, ia berbenturan dengan pemain Reading, Stephen Hunt, di pertandingan Liga Inggris. Karena kerasnya benturan, Cech sampai mengalami retak tengkorak yang menekan otaknya. Dokter menyatakan nyawa kiper asal Ceko itu nyaris melayang. Cech sampai mengalami sakit kepala intens dalam proses penyembuhannya.
Setelah sembuh, Cech memutuskan memakai helm untuk mengurangi dampak jika terjadi benturan yang sama, sekaligus melindungi bekas operasi di kepalanya. Sebagian besar orang memang menyebut pelindung kepala Cech sebagai helm, namun nama sebenarnya adalah topi scrum (scrum cap).
opi scrum ini berasal dari rugby union. Penggunaannya pertama kali
diyakini sekitar tahun 1860 oleh Universitas Christ College. Selain itu,
sebuah dokumentasi dari World Rugby Museum memperlihatkan sebuah foto
topi scrum yang dibuat oleh Slazenger, kira-kira sekitar tahun 1920.
Tahun ini menjadi acuan karena topi tersebut mirip dengan topi yang
dikenakan oleh pemain rugby bernama William Wavell Wakefield di 1920-an.
Dewan Rugby Internasional (IRB) memberi aturan yang cukup jelas untuk bahan topi scrum ini. Bahannya diharuskan lunak dan tipis sedangkan bahan kaku seperti plastik dan gesper dilarang. Ini sangat berbeda dengan helm atau pelindung yang dipakai di hoki es, yang bahannya kaku dan keras.
Bagian-bagian dari topi tersebut dilarang lebih dari tebal satu centimeter dalam kondisi tidak tertekan, serta tidak ada bagian yang memiliki kepadatan lebih dari 45 kg per meter kubik.
Di periode awal, topi scrum bentuknya sangat sederhana, terdiri dari kain tipis, tali pengikat dan bantalan di sekitar telinga. Tetapi di era yang lebih moderen, helm ini dikembangkan dengan menggunakan bahan busa tipis.
Mayoritas pelindung kepala seperti yang digunakan oleh Petr Cech menggunakan campuran bahan antara polyester dan polyamede. Penggunaan topi scrum di rugby dianggap cukup efektif. Para pemain di rugby memakainya untuk melindungi dari benturan-benturan yang seringkali berbahaya dan agar kepala mereka tak berdarah -- di rugby pemain yang berdarah atau seragamnya terkena darah tidak diperbolehkan bermain.
Banyak pengamat yang menganggap sepakbola butuh mengadaptasi topi ini, terutama setelah kejadian tragis nan nyaris membahayakan nyawa Cech. Penggunaan topi scrum bagi para kiper atau mungkin pemain lain akan mencegah terjadinya cedera parah di kepala.
Dewan Rugby Internasional (IRB) memberi aturan yang cukup jelas untuk bahan topi scrum ini. Bahannya diharuskan lunak dan tipis sedangkan bahan kaku seperti plastik dan gesper dilarang. Ini sangat berbeda dengan helm atau pelindung yang dipakai di hoki es, yang bahannya kaku dan keras.
Bagian-bagian dari topi tersebut dilarang lebih dari tebal satu centimeter dalam kondisi tidak tertekan, serta tidak ada bagian yang memiliki kepadatan lebih dari 45 kg per meter kubik.
Di periode awal, topi scrum bentuknya sangat sederhana, terdiri dari kain tipis, tali pengikat dan bantalan di sekitar telinga. Tetapi di era yang lebih moderen, helm ini dikembangkan dengan menggunakan bahan busa tipis.
Mayoritas pelindung kepala seperti yang digunakan oleh Petr Cech menggunakan campuran bahan antara polyester dan polyamede. Penggunaan topi scrum di rugby dianggap cukup efektif. Para pemain di rugby memakainya untuk melindungi dari benturan-benturan yang seringkali berbahaya dan agar kepala mereka tak berdarah -- di rugby pemain yang berdarah atau seragamnya terkena darah tidak diperbolehkan bermain.
Banyak pengamat yang menganggap sepakbola butuh mengadaptasi topi ini, terutama setelah kejadian tragis nan nyaris membahayakan nyawa Cech. Penggunaan topi scrum bagi para kiper atau mungkin pemain lain akan mencegah terjadinya cedera parah di kepala.
Sebuah penelitian pernah dilakukan terkait pemakaian topi scrum
ini. Sebuah studi inovatif yang tercatat dalam Jurnal Kedokteran
Olahraga Inggris dilakukan setelah musim sepakbola tahun 2006,
mengikutsertakan 268 remaja berusia 12-17 tahun dari klub sepakbola
Oakville.
Walaupun hanya 52 orang yang memakai topi, hasilnya signifikan. Risiko gegar otak 2,65 kali lebih tinggi bagi pemain yang tidak terlindungi dan 52,8% remaja yang tidak memakai topi dilaporkan terluka dibandingkan dengan 26,9% dari mereka yang memakainya.
Meskipun di rugby penggunaan topi scrum tidak diwajibkan (not mandatory), namun para pemain cenderung memilih untuk melindungi diri mereka dengan topi tersebut. Law Of The Game FIFA juga tidak mewajibkan pelindung kepala ini, bahkan untuk sarung tangan pun FIFA tidak mewajibkan. Namun demi keselamatan dan menghindari cedera parah seperti yang menimpa Cech, tak ada salahnya untuk mengadopsi topi scrum.
Dua buah lubang dibuat di tengkorak Cech, untuk menghilangkan tekanan di kepalanya. Sedangkan sebagian kecil tulang di sekitarnya retak hancur dan butuh waktu untuk menyatukannya kembali setelah cedera. Sebuah pelat metal juga ditanamkan untuk melindungi bagian kepalanya yang terluka.
"Ketika saya harus menerjang kaki orang, saya cuma punya satu tujuan, untuk menyelamatkan bola apapun yang terjadi. Kelemahan sepakbola adalah cedera, tapi kamu tak bisa mengontrolnya," kata Cech.
Cech tahu ia bisa kapan saja cedera, namun ia juga tahu helm-nya itu akan membawa hal yang berbeda.
Walaupun hanya 52 orang yang memakai topi, hasilnya signifikan. Risiko gegar otak 2,65 kali lebih tinggi bagi pemain yang tidak terlindungi dan 52,8% remaja yang tidak memakai topi dilaporkan terluka dibandingkan dengan 26,9% dari mereka yang memakainya.
Meskipun di rugby penggunaan topi scrum tidak diwajibkan (not mandatory), namun para pemain cenderung memilih untuk melindungi diri mereka dengan topi tersebut. Law Of The Game FIFA juga tidak mewajibkan pelindung kepala ini, bahkan untuk sarung tangan pun FIFA tidak mewajibkan. Namun demi keselamatan dan menghindari cedera parah seperti yang menimpa Cech, tak ada salahnya untuk mengadopsi topi scrum.
Dua buah lubang dibuat di tengkorak Cech, untuk menghilangkan tekanan di kepalanya. Sedangkan sebagian kecil tulang di sekitarnya retak hancur dan butuh waktu untuk menyatukannya kembali setelah cedera. Sebuah pelat metal juga ditanamkan untuk melindungi bagian kepalanya yang terluka.
"Ketika saya harus menerjang kaki orang, saya cuma punya satu tujuan, untuk menyelamatkan bola apapun yang terjadi. Kelemahan sepakbola adalah cedera, tapi kamu tak bisa mengontrolnya," kata Cech.
Cech tahu ia bisa kapan saja cedera, namun ia juga tahu helm-nya itu akan membawa hal yang berbeda.
source : http://sport.detik.com/aboutthegame/read/2013/03/22/110814/2200917/1492/helm-petr-cech